Tuesday 27 October 2015

kesultanan banjar

Kesultanan Banjar
Kesultanan Banjar 1826-1860.PNG
Wilayah terakhir Kesultanan Banjar antara tahun 1826-1860 yang telah menyusut, karena wilayah sekelilingnya telah diserahkan kepada perusahaan VOC Belanda oleh Sultan Banjar. Wilayah Banjar yang lebih kuno terbentang dari Tanjung Sambar sampai Tanjung Aru[1][2][3]
Berdiri     1520-1860
Didahului oleh     Kerajaan Negara Daha
Digantikan oleh     Pagustian
Ibu kota     1. Kuin, Banjarmasin (1520)

2. Pemakuan (1612)[4]
3. Tambangan/Batang Banyu Mangapan (1622)
4. Martapura (1632)
5. Sungai Pangeran, Banjarmasin (1663)
6. Kayu Tangi (1680)
Bumi Kencana (1771)[5][6] atau Bumi Selamat (1806)[7]
7. Sungai Mesa, Banjarmasin(1857)
8. Karang Intan
9. Amuntai, Banua Lima
8. Baras Kuning (1865)
Bahasa     Banjar
Agama     Islam Sunni mazhab Syafi'i (resmi)[8]
Kaharingan
Konghucu
Nasrani
Pemerintahan
-Sultan pertama
-Sultan terakhir     Monarki
Sultan Suriansyah (1526-1550)
Sultan Muhammad Seman (1862-1905)
Sejarah
-Didirikan
-Zaman kejayaan
-Protektorat VOC
-Krisis suksesi
-Akhir pemerintahan darurat    
1520, masuk Islam 1526
1526-1787
sejak 1787
1857
1905[9]
Catatan     (1526-1548 sebagai bawahan Demak)
Sang Dewa (Sadewa) puteranya Maharaja Pandu Dewata adalah leluhur Raja-raja Banjar menurut Hikayat Sang Bima.
Gambar kraton/istana kenegaraan Kesultanan Banjar di Martapura pada tahun 1843.
Profil Bangsawan Banjar sekitar tahun 1850 koleksi Museum Lambung Mangkurat.
Profil gadis Banjar sekitar tahun 1850 koleksi Museum Lambung Mangkurat.

Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin[10][11][12][13][14][15][16][17][18] (berdiri pada Tahun 1520, dihapuskan sepihak oleh Belanda pada 11 Juni 1860. Namun rakyat Banjar tetap mengakui ada pemerintahan darurat/pelarian yang baru berakhir pada 24 Januari 1905. Namun sejak 24 Juli 2010, Kesultanan Banjar hidup kembali dengan dilantiknya Sultan Khairul Saleh.[19]

Kerajaan Banjar adalah sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian dipindahkan ke beberapa tempat dan terkahir diMartapura. Ketika beribukota di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.

Ketika ibukotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.

Bendera Negara Banjar berwarna kuning di atas hitam dalam bicolour horisontal. (John McMeekin , 15 Januari 2011).* Bendera Banjar

SejarahSunting

Menurut mitologi suku Maanyan (suku tertua di Kalimantan Selatan), kerajaan pertama di Borneo Selatan adalah Kerajaan Nan Sarunai yang diperkirakan wilayah kekuasaannya terbentang luas mulai dari daerah Tabalong hingga ke daerah Pasir. Keberadaan mitologi Maanyan yang menceritakan tentang masa-masa keemasan Kerajaan Nan Sarunai sebuah kerajaan purba yang dulunya mempersatukan etnis Maanyan di daerah ini dan telah melakukan hubungan dengan pulau Madagaskar. Kerajaan ini mendapat serangan dari Majapahit. sehingga sebagian rakyatnya menyingkir ke pedalaman (wilayah suku Lawangan). Salah satu peninggalan arkeologis yang berasal dari zaman ini adalah Candi Agung yang terletak di kota Amuntai. Pada tahun 1996, telah dilakukan pengujian C-14 terhadap sampel arang Candi Agung yang menghasilkan angka tahun dengan kisaran 242-226 SM (Kusmartono dan Widianto, 1998:19-20).

Menilik dari angka tahun dimaksud maka Kerajaan Nan Sarunai/Kerajaan Tabalong/Kerajaan Tanjungpuri usianya lebih tua 600 tahun dibandingkan dengan Kerajaan Kutai Martapura di Kalimantan Timur.

Menurut Hikayat Sang Bima, wangsa yang menurunkan raja-raja Banjar adalah Sang Dewa bersaudara dengan wangsa yang menurunkan raja-raja Bima (Sang Bima), raja-raja Bali (Sang Kuala), raja-raja Dompu(Darmawangsa), raja-raja Gowa (Sang Rajuna) yang merupakan lima bersaudara putera-putera dari Maharaja Pandu Dewata.[20][21]

Sesuai Tutur Candi (Hikayat Banjar versi II), di Kalimantan telah berdiri suatu pemerintahan dari dinasti kerajaan (keraton) yang terus menerus berlanjut hingga daerah ini digabungkan ke dalam Hindia Belanda pada 11 Juni 1860, yaitu :

    Keraton awal disebut Kerajaan Kuripan
    Keraton I disebut Kerajaan Negara Dipa
    Keraton II disebut Kerajaan Negara Daha
    Keraton III disebut Kesultanan Banjar
    Keraton IV disebut Kerajaan Martapura/Kayu Tangi
    Keraton V disebut Pagustian

Maharaja Sukarama, Raja Negara Daha telah berwasiat agar penggantinya adalah cucunya Raden Samudera, anak dari putrinya Puteri Galuh Intan Sari. Ayah dari Raden Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari Raden Begawan, saudara Maharaja Sukarama. Wasiat tersebut menyebabkan Raden Samudera terancam keselamatannya karena para putra Maharaja Sukarama juga berambisi sebagai raja yaitu Pangeran Bagalung, Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung.

Dibantu oleh Arya Taranggana, Pangeran Samudra melarikan diri dengan sampan ke hilir sungai Barito. Sepeninggal Sukarama, Pangeran Mangkubumi menjadi Raja Negara Daha, selanjutnya digantikan Pangeran Tumenggung yang juga putra Sukarama. Pangeran Samudra yang menyamar menjadi nelayan di daerah Balandean dan Kuin, ditampung oleh Patih Masih di rumahnya. Oleh Patih Masih bersama Patih Muhur, Patih Balitung diangkat menjadi raja yang berkedudukan di Bandarmasih.

Pangeran Tumenggung melakukan penyerangan ke Bandarmasih. Pangeran Samudra dibantu Kerajaan Demak dengan kekuatan 40.000 prajurit dengan armada sebanyak 1.000 perahu yang masing-masing memuat 400 prajurit mampu menahan serangan tersebut.[22]) Akhirnya Pangeran Tumenggung bersedia menyerahkan kekuasaan Kerajaan Negara Daha kepada Pangeran Samudra. Kerajaan Negara Daha kemudian dilebur menjadi Kesultanan Banjar yang beristana di Bandarmasih. Sedangkan Pangeran Tumenggung diberi wilayah di Batang Alai.

Pangeran Samudra menjadi raja pertama Kerajaan banjar dengan gelar Sultan Suriansyah. Ia pun menjadi raja pertama yang masuk islam dibimbing oleh Khatib Dayan